Minggu, 07 Oktober 2012

Antibiotik


Segala Sesuatu Tentang Antibiotik

Antibiotik termasuk jenis obat yang cukup sering diresepkan dalam pengobatan modern. Antibiotik adalah zat yang membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri.

Sebelum penemuan antibiotik yang pertama, penisilin, pada tahun 1928, jutaan orang di seluruh dunia tak terselamatkan jiwanya karena infeksi-infeksi yang saat ini mudah diobati.

Ketika influenza mewabah pada tahun 1918, diperkirakan 30 juta orang meninggal, lebih banyak daripada yang terbunuh pada Perang Dunia I.

Pencarian antibiotik telah dimulai sejak penghujung abad ke 18 seiring dengan meningkatnya pemahaman teori kuman penyakit, suatu teori yang berhubungan dengan bakteri dan mikroba yang menyebabkan penyakit.

Saat itu para ilmuwan mulai mencari obat yang dapat membunuh bakteri penyebab sakit. Tujuan dari penelitian tersebut yaitu untuk menemukan apa yang disebut "peluru ajaib", yaitu obat yang dapat membidik/menghancurkan mikroba tanpa menimbulkan keracunan.


Penemuan Penisilin
ddf
Pada permulaan tahun 1920, ilmuwan Inggris Alexander Fleming melaporkan bahwa suatu produk dalam airmata manusia dapat melisiskan (menghancurkan) sel bakteri. Zat ini disebut lysozyme, yang merupakan contoh pertama antibakteri yang ditemukan pada manusia.

Seperti pyocyanase, lysozyme juga menemukan jalan buntu dalam usaha pencarian antibiotik yang efektif, karena sifatnya yang merusak sel-sel bakteri non-patogen.

Namun pada tahun 1928 Fleming secara kebetulan menemukan antibakteri lain. Sekembali liburan akhir pekan, Fleming memperhatikan satu set cawan petri lama yang ia tinggalkan. Ia menemukan bahwa koloni Staphylococcus aureus yang ia goreskan pada cawan petri tersebut telah lisis.

Lisis sel bakteri terjadi pada daerah yang berdekatan dengan cendawan pencemar yang tumbuh pada cawan petri. Ia menghipotesa bahwa suatu produk dari cendawan tersebut menyebabkan lisis sel stafilokokus. Produk tersebut kemudian dinamai penisilin karena cendawan pencemar tersebut dikenali sebagai Penicillium notatum.

Walaupun secara umum Fleming menerima pujian karena menemukan penisilin, namun pada kenyataannya secara tehnik Fleming "menemukan kembali" zat tersebut.

Semula Ernest Duchesne, seorang mahasiswa kedokteran Perancis, yang menemukan sifat-sifat penisilium pada tahun 1896, namun gagal dalam melaporkan hubungan antara cendawan dan zat yang memiliki sifat-sifat antibakteri, sehingga Penisilium dilupakan dalam komunitas ilmiah sampai penemuan kembali oleh Fleming.

Jenis Antibiotik
Meskipun ada lebih dari 100 macam antibiotik, namun umumnya mereka berasal dari beberapa jenis antibiotik saja, sehingga mudah untuk dikelompokkan. Ada banyak cara untuk menggolongkan antibiotik, salah satunya berdasarkan struktur kimianya. Berdasarkan struktur kimianya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut:

a. Golongan Aminoglikosida
Diantaranya amikasin, dibekasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilmisin, paromomisin, sisomisin, streptomisin, tobramisin.

b. Golongan Beta-Laktam
Diantaranya golongan karbapenem (ertapenem, imipenem, meropenem), golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan beta-laktam monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin).

c. Golongan Glikopeptida
Diantaranya vankomisin, teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin.

d. Golongan Poliketida
Diantaranya golongan makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin), golongan ketolida (telitromisin), golongan tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).

e. Golongan Polimiksin
Diantaranya polimiksin dan kolistin.

f. Golongan Kinolon (fluorokinolon)
Diantaranya asam nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, dan trovafloksasin.

g. Golongan Streptogramin
Diantaranya pristinamycin, virginiamycin, mikamycin, dan kinupristin-dalfopristin.

h. Golongan Oksazolidinon
Diantaranya linezolid dan AZD2563.

i. Golongan Sulfonamida
Diantaranya kotrimoksazol dan trimetoprim.

j. Antibiotika lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin dan asam fusidat.

Berdasarkan mekanisme aksinya, yaitu mekanisme bagaimana antibiotik secara selektif meracuni sel bakteri, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut:
  1. Mengganggu sintesa dinding sel, seperti penisilin, sefalosporin, imipenem, vankomisin, basitrasin.
  2. Mengganggu sintesa protein bakteri, seperti klindamisin, linkomisin, kloramfenikol, makrolida, tetrasiklin, gentamisin.
  3. Menghambat sintesa folat, seperti sulfonamida dan trimetoprim.
  4. Mengganggu sintesa DNA, seperti metronidasol, kinolon, novobiosin.
  5. Mengganggu sintesa RNA, seperti rifampisin.
  6. Mengganggu fungsi membran sel, seperti polimiksin B, gramisidin.

Antibiotik dapat pula digolongkan berdasarkan organisme yang dilawan dan jenis infeksi. Berdasarkan keefektifannya dalam melawan jenis bakteri, dapat dibedakan antibiotik yang membidik bakteri gram positif atau gram negatif saja, dan antibiotik yang berspektrum luas, yaitu yang dapat membidik bakteri gram positif dan negatif.

Sebagian besar antibiotik mempunyai dua nama, nama dagang yang diciptakan oleh pabrik obat, dan nama generik yang berdasarkan struktur kimia antibiotik atau golongan kimianya. Contoh nama dagang dari amoksilin, sefaleksin, siprofloksasin, kotrimoksazol, tetrasiklin dan doksisiklin, berturut-turut adalah Amoxan, Keflex, Cipro, Bactrim, Sumycin, dan Vibramycin.

Setiap antibiotik hanya efektif untuk jenis infeksi tertentu. Misalnya untuk pasien yang didiagnosa menderita radang paru-paru, maka dipilih antibiotik yang dapat membunuh bakteri penyebab radang paru-paru ini. Keefektifan masing-masing antibiotik bervariasi tergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut.

Antibiotik oral adalah cara yang paling mudah dan efektif, dibandingkan dengan antibiotik intravena (suntikan melalui pembuluh darah) yang biasanya diberikan untuk kasus yang lebih serius. Beberapa antibiotik juga dipakai secara topikal seperti dalam bentuk salep, krim, tetes mata, dan tetes telinga.

Penentuan jenis bakteri patogen ditentukan dengan pemeriksaan laboratorium. Tehnik khusus seperti pewarnaan gram cukup membantu mempersempit jenis bakteri penyebab infeksi. Spesies bakteri tertentu akan berwarna dengan pewarnaan gram, sementara bakteri lainnya tidak.

Tehnik kultur bakteri juga dapat dilakukan, dengan cara mengambil bakteri dari infeksi pasien dan kemudian dibiarkan tumbuh. Dari cara bakteri ini tumbuh dan penampakannya dapat membantu mengidentifikasi spesies bakteri. Dengan kultur bakteri, sensitivitas antibiotik juga dapat diuji.

Penting bagi pasien atau keluarganya untuk mempelajari pemakaian antibiotik yang benar, seperti aturan dan jangka waktu pemakaian. Aturan pakai mencakup dosis obat, jarak waktu antar pemakaian, kondisi lambung (berisi atau kosong) dan interaksi dengan makanan dan obat lain.

Pemakaian yang kurang tepat akan mempengaruhi penyerapannya, yang pada akhirnya akan mengurangi atau menghilangkan keefektifannya.

Bila pemakaian antibiotik dibarengi dengan obat lain, yang perlu diperhatikan adalah interaksi obat, baik dengan obat bebas maupun obat yang diresepkan dokter. Sebagai contoh, Biaxin (klaritromisin, antibiotik) seharusnya tidak dipakai bersama-sama dengan Theo-Dur (teofilin, obat asma).

Berikan informasi kepada dokter dan apoteker tentang semua obat-obatan yang sedang dipakai sewaktu menerima pengobatan dengan antibiotik.

Jangka waktu pemakaian antibiotik adalah satu periode yang ditetapkan dokter. Sekalipun sudah merasa sembuh sebelum antibiotik yang diberikan habis, pemakaian antibiotik seharusnya dituntaskan dalam satu periode pengobatan.   

Bila pemakaian antibiotik terhenti di tengah jalan, maka mungkin tidak seluruh bakteri mati, sehingga menyebabkan bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik tersebut. Hal ini dapat menimbulkan masalah serius bila bakteri yang resisten berkembang sehingga menyebabkan infeksi ulang.

Efek Samping
Disamping banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dalam pengobatan infeksi, antibiotik juga memiliki efek samping pemakaian, walaupun pasien tidak selalu mengalami efek samping ini. Efek samping yang umum terjadi adalah sakit kepala ringan, diare ringan, dan mual.

Dokter perlu diberitahu bila terjadi efek samping seperti muntah, diare hebat dan kejang perut, reaksi alergi (seperti sesak nafas, gatal dan bilur merah pada kulit, pembengkakan pada bibir, muka atau lidah, hilang kesadaran), bercak putih pada lidah, dan gatal dan bilur merah pada vagina.

Resistensi Antibiotik
Salah satu perhatian terdepan dalam pengobatan modern adalah terjadinya resistensi antibiotik. Bakteri dapat mengembangkan resistensi terhadap antibiotik, misalnya bakteri yang awalnya sensitif terhadap antibiotik, kemudian menjadi resisten.

Resistensi ini menghasilkan perubahan bentuk pada gen bakteri yang disebabkan oleh dua proses genetik dalam bakteri:
  1. Mutasi dan seleksi (atau evolusi vertikal)
    Evolusi vertikal didorong oleh prinsip seleksi alam. Mutasi spontan pada kromosom bakteri memberikan resistensi terhadap satu populasi bakteri. Pada lingkungan tertentu antibiotika yang tidak termutasi (non-mutan) mati, sedangkan antibiotika yang termutasi (mutan) menjadi resisten yang kemudian tumbuh dan berkembang biak.
  2. Perubahan gen antar strain dan spesies (atau evolusi horisontal)
    Evolusi horisontal yaitu pengambil-alihan gen resistensi dari organisme lain. Contohnya, streptomises mempunyai gen resistensi terhadap streptomisin (antibiotik yang dihasilkannya sendiri), tetapi kemudian gen ini lepas dan masuk ke dalam E. coli atau Shigella sp.

Beberapa bakteri mengembangkan resistensi genetik melalui proses mutasi dan seleksi, kemudian memberikan gen ini kepada beberapa bakteri lain melalui salah satu proses untuk perubahan genetik yang ada pada bakteri.

Ketika bakteri yang menyebabkan infeksi menunjukkan resistensi terhadap antibiotik yang sebelumnya sensitif, maka perlu ditemukan antibiotik lain sebagai gantinya. Sekarang penisilin alami menjadi tidak efektif melawan bakteri stafilokokus dan harus diganti dengan antibiotik lain.

Tetrasiklin, yang pernah dijuluki sebagai "obat ajaib", kini menjadi kurang bermanfaat untuk berbagai infeksi, mengingat penggunaannya yang luas dan kurang terkontrol selama beberapa dasawarsa terakhir.

Keberadaan bakteri yang resisten antibiotik akan berbahaya bila antibiotik menjadi tidak efektif lagi dalam melawan infeksi-infeksi yang mengancam jiwa.

Hal ini dapat menimbulkan masalah untuk segera menemukan antibiotik baru untuk melawan penyakit-penyakit lama (karena strain resisten dari bakteri telah muncul), bersamaan dengan usaha menemukan antibiotik baru untuk melawan penyakit-penyakit baru.

Berkembangnya bakteri yang resisten antibiotik disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya adalah penggunaan antibiotik yang berlebihan. Ini mencakup seringnya antibiotik diresepkan untuk pasien demam biasa atau flu.

Meskipun antibiotik tidak efektif melawan virus, banyak pasien berharap mendapatkan resep mengandung antibiotik ketika mengunjungi dokter.

Setiap orang dapat membantu mengurangi perkembangan bakteri yang resisten antibiotik dengan cara tidak meminta antibiotik untuk demam biasa atau flu.

dikutip dari:
 Dr. Silvia Surini, Staf Pengajar Departemen Farmasi FMIPA-UI dan Anggota ISTECS chapter Jepang dengan judul asli "Antibiotik, Si Peluru Ajaib"

Protozoa


1.  PROTOZOA DIBAGI MENJADI 4 KELAS  BERDASAR ALAT GERAK
1
Rhizopoda (Sarcodina),
alat geraknya berupa pseudopoda (kaki semu)
• Amoeba proteus
memiliki dua jenis vakuola yaitu vakuola makanan dan
vakuola kontraktil.
• Entamoeba histolityca
menyebabkan disentri amuba (bedakan dengan disentri basiler
yang disebabkan Shigella dysentriae)
• Entamoeba gingivalis
menyebabkan pembusukan makanan di dalam mulut
radang gusi (Gingivitis)
• Foraminifera sp.
fosilnya dapat dipergunakan sebagai petunjuk adanya minyak
bumi. Tanah yang mengandung fosil fotaminifera disebut tanah globigerina.
• Radiolaria sp.
endapan tanah yang mengandung hewan tersebut digunakan
untuk bahan penggosok.
2
Flagellata (Mastigophora),
alat geraknya berupa nagel (bulu cambuk). Dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

• Golongan phytonagellata
- Euglena viridis (makhluk hidup peralihah antara protozoa
dengan ganggang)
- Volvax globator (makhluh hidup peralihah antara
protozoa dengan ganggang)
- Noctiluca millaris (hidup di laut dan dapat mengeluarkan
cahaya bila terkena rangsangan mekanik)
• Golongan Zooflagellata, contohnya :
- Trypanosoma gambiense & Trypanosoma rhodesiense.
Menyebabkan penyakit tidur di Afrika dengan vektor (pembawa)
lalat Tsetse (Glossina sp.)
Trypanosoma gambiense vektornya Glossina palpalis tsetse
sungai
Trypanosoma rhodeslense vektornya Glossina morsitans
tsetse semak
- Trypanosoma cruzl
penyakit chagas
- Trypanosoma evansi
penyakit surra, pada hewan ternak
(sapi).
- Leishmaniadonovani
penyakit kalanzar
- Trichomonas vaginalis
 penyakit keputihan
3
Ciliata (Ciliophora),
alat gerak berupa silia (rambut getar)

• Paramaecium caudatum disebut binatang sandal, yang memiliki dua jenis vakuola yaitu vakuola makanan dan vakuola kontraktil yang berfungsi untuk mengatur kesetimbangan tekanan osmosis (osmoregulator).
Memiliki dua jenis inti  Makronukleus dan Mikronukleus (inti reproduktif). Cara reproduksi, aseksual  membelah diri, seksual  konyugasi.

• Balantidium coli  menyebabkan penyakit diare.
4
Sporozoa,
adalah protozoa yang tidak memiliki alat gerak

Cara bergerak hewan ini dengan cara mengubah kedudukan tubuhnya. Pembiakan secara vegetatif (aseksual) disebut juga Skizogoni dan secara generatif (seksual) disebut Sporogoni.

Marga yang berhubungan dengan kesehatan manusia  Toxopinsma dan Plasmodium.

Jenis-jenisnya antara lain:
- Plasmodiumfalciparum malaria tropika  sporulasi tiap hari
- Plasmodium vivax malaria tertiana sporulasi tiap hari ke-3
(48 jam)
- Plasmodium malariae malaria knartana  sporulasi tiap hari
ke-4 (72 jam)
- Plasmodiumovale malaria ovale
Siklus hidup Plasmodium mengalami metagenesis terjadi di dalam tubuh manusia (reproduksi vegetatif Þ skizogoni) dan didalam tubuh nyamuk Anopheles sp. (reproduksi generatif Þ sporogoni). secara lengkap sebagai berikut:

Sporozoit  Masuk Tubuh Di Dalam Hati (Ekstra Eritrositer)  Tropozoid  Merozoit (memakan eritrosit  Eritrositer) Eritrosit Pecah (peristiwanya  Sporulasi)  Gametosit  Terhisap Nyamuk Zygot Ookinet Oosis Sporozeit.

Pemberantasan malaria dapat dilakulcan dengan cara :
  1. Menghindari gigitan nyamuk Anopheles sp.
  2. Mengendalikan populasi nyamuk Anopheles dengan insektisida dan larvasida
  3. Pengobatan penderita secara teratur dengan antimalaria  chloroquin, fansidar, dl
2. E. Pencegahan Diare :

Meskipun diare dapat disebabkan oleh berbagai hal, tapi penyebab yang paling sering ialah infeksi dan gizi buruk. Dengan kebersihan dan makanan yang baik, kebanyakan diare dapat dicegah.
G. Pengobatan Diare :

Bagi sebagian besar kasus
diare, obat-obatan tidak diperlukan. Jika diare dalam skala besar, bahaya yang paling besar adalah dehidrasi. Jadi, bagian paling penting dalam pengobatannya adalah memberikan cukup cairan dan makanan yang baik. Apapun penyebabnya, yang paling penting untuk dilakukan adalah:

Peranan
Peran menguntungkan :
  1. Mengendalikan populasi Bakteri, sebagian Protozoa memangsa Bakteri sebagai makanannya, sehingga dapat mengontrol jumlah populasi Bakteri di alam.
  2. Sumber makanan ikan, Di perairan sebagian Protozoa berperan sebagai plankton (zooplankton)  dan benthos yang menjadi makanan hewan air, terutama udang, kepiting, ikan, dll.
  3. Indikator minyak bumi, Fosil Foraminifera menjadi petunjuk sumber minyak, gas, dan mineral.
  4. Bahan penggosok, Endapan Radiolaria di dasar laut yang membentuk tanah radiolaria, dapat dijadikan sebagai bahan penggosok.

Peran Merugikan
Protozoa menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan ternak. Penyakit-penyakit yang disebabkan Protozoa antara lain :

Jenis penyakit
Protozoa
Disentri
Diare (Balantidiosis)
Penyakit tidur (Afrika)
Toksoplasmosis (kematian janin)
Malaria tertiana
Malaria quartana
Malaria tropika
Kalaazar
Surra (hewan ternak)
Entamoeba histolytica
Balantidium coli
Trypanosoma gambiense
Toxoplasma gondii
Plasmodium vivax
Plasmodium malariae
Plasmodium falciparum
Leishmania donovani
Trypanosoma evansi

1.     Mencegah atau mengatasi dehidrasi
2.    Memenuhi kebutuhan gizi
Nyatakan fungsi Giemsa, methanol dan buffer.
Giemsa digunakan untuk mempelajari pematuhan bakteria patogen pada sel manusia. Ini berbeza-beza noda sel manusia dan bakteria ungu dan pink masing-masing. Halini boleh digunakan untuk diagnosishistopatologi malaria dan dan parasit protozoa darahMethanol digunakan untuk melekatkan darah pada slide. Larutan Buffer digunakan sebagai sarana untuk menjaga pH dalam pelbagai aplikasi kimia.
Apakah kepentingan pelumuran darah tebal dan nipis?
Pelumuran darah tebal dan nipis biasanya dilakukan untuk menyiasat masalah
hematologi( kelainan darah) dan, kadang-kadang, untuk mencariparasit dalam darah
Teknik pewarnaan Giemsa digunakan dalam lumuran darah nipis dan tebalini bagi mewarnakan kromosom sel. Pewarna Giemsa boleh membezakan sel patogenik dengan sel manusia. Ia membezakan dengan mewarnakan sel manusia kepada warna ungu, manakala bakteria patogenikwarna pink.
Minyak Emersi
Minyak emersi dipakai dalam memperjelas specimen yang akan dilihat oleh mikroskop (Suntoro, 2006).


zoonosis animal to man

Penggemar hewan kesayangan, menjaga kesehatan pada hewan kesayangan adalah bagian wajib dari rasa sayang kita pada hewan kesayangan kita. Sebetulnya menjaga kesehatan hewan kesayangan kita bukan hanya untuk kesejahteraan hewan kesayangan kita atau wujud dari rasa sayang kita pada hewan kesayangan kita namun juga terhadap kesehatan kita sendiri. Mengapa? Karena hewan kesayangan kita juga menjadi sumber potensial penyebaran penyakit terhadap sesama hewan kesayangan bahkan terlebih kepada kita pemilik hewan kesayangan. Penyakit yang menular dari hewan kesayangan kita pada kita disebut sebagai penyakit zoonosis atau lebih tepatnya anthropozoonosis. Ada beberapa penyakit yang harus kita tahu dan wajib diwaspadai yang menyerang hewan kesayangan kita dan dapat menular pada kita sebagai pemilik hewan kesayangan.
Avian influenza. Dikenal juga sebagai flu burung, penyakit yang disebabkan virus influenza dan dapat menular pada manusia serta bersifat fatal. Virusnya sebetulnya berasal dari unggas air liar yang kemudian menular dan berubah sifat pada unggas piaraan. Hingga saat ini tidak ada obat yang efektif untuk mengatasi avian influenza sehingga langkah yang paling efektif adalah biosekuriti alias melalui pencegahan. Pencegahan yang paling efektif adalah menjaga kebersihan, karena virusnya mudah dibunuh dengan desinfektan.
Antraks. Suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri Baccilus anthracis. Pada manusia dapat ditemukan dalam 3 bentuk yaitu, kulit (kutaneus), respirasi atau intestinal. Semua hewan peliharaan dan hewan liar mempunyai risiko untuk terinfeksi. Serangan akut baik pada munsia atau hewan bersifat fatal. Pada hewan yang dicurigai terserang antraks dilarang membuka karkas atau bangkainya, bahkan untuk alasan pemeriksaan. Pada manusia bentuk kutan bila tidak diobati akan mempunyai risiko kematian 5-20% dan bentuk intestinal 25-75%. Antraks bentuk paru atau respirasi biasanya fatal.
Leptospirosis. Suatu penyakit yang disebabkan bakteri bernama Leptospira. Leptospira mempunyai lebih dari 170 serotipe. Sebagian besar hewan dapat menjadi hospes termasuk hewan kesayangan kita. Namun demikian ada reservoar utama, L. canicola pada anjing, L. hardjo pada sapi dan L. ichterohemorhagiae pada tikus. Leptospira dikeluarkan melalui air seni yang kemudian mencemari lingkungan terutama lingkunganair. Manusia tertular melalui kontak langsung dengan hewan atau lingkungan yang tercemar dan leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang lecet, luka atau selaput mukosa. Pada hewan akan menyebabkan ikterus (kekuningan) ringan sampai berat dan anemia, hepar membesar dan mudah rusak serta ginjal membengkak. Pada manusia terjadi hepatomegali dengan degenerasi hepar serta nefritis. Anemia, ikhterus hemolitik , meningitis dan pneumonia.
Rabies. Penyebab rabies adalah virus rabies (Rhabdoviridae). Rabies terdapat di semua benua kecuali Australia dan Antartika. Sedangkan beberapa negara yang bebas rabies saat ini adalah Kepulauan Britania. Swedia, Selandia Baru, Jepang, Hawaii, Taiwan, Pulau pulau Pasifik dan beberapa negara Hinda Barat. Virus ini menginfeksi semua hewan berdarah panas dan manusia. Pada manusia gejala kahsnya adalah demam, perubahan tingkah laku, kecemasan, sulit tidur, sakit kepala, gelisah, kontraksi spamodik dari otot yang membengkak, sulit menelan (paralisis) kejang-kejang diikuti kelumpuhan (paralisis) dan kematian. Pada hewan dapat terjadi tidak hanya anjing, kucing tapi juga pada kelinci, marmut, hamster, kera, monyet dan lain-lain (semua hewan berdarah panas). Pada hewan gejalanya terdiri dari 2 bentuk yaitu pasif dan aktif. Keduanya dimulai dari tingkah laku yang abnormal, anoreksia diikuti agitasi dan agresi pada anjing. Hipersalivasi diakibatkan karena tidak adanya refleks menelan. Kejang, paralisis dan kematian. Bentuk pasif langsung paralisis, hipersalivasi dan mati. Waspadai bahwa semua hewan kesayangan anda mempunyai potensi menularkan rabies terutama pada daerah-daeah enzootik rabies dan belum dilakukan vaksinasi anti rabies.
Toxoplasmosis. Penyebab toksoplasmosis adalah parasit golongan protozoa yang bernama Toxoplasma gondii. Induk semang definitifnya adalah kucing, artinya pada tubuh kucing Toxoplasma dapat berbiak secara kawin dan non kawin. Dengan adanya perkawinan akan dihasilkan ooksita (suatu bentuk telur yang sangat kecil). Untuk dapat menginfeksi pada kucing atau hewan lain atau manusia, ookista harus mengalami sporulasi sehingga menjadi infekstif. Sumber penularan lain selain ookista infekstif adalah bahan pangan yang terkontaminasi ookista infektif serta daging atau telur yang mengandung tachizoid atau bradizoit (bentuk lain Toxoplasma).
Scabiosis. Penyebab penyakit ini adalah Sarcoptes scabei dengan penyakit yang sering disebut adalah kudisan. Penyakit ini seringkali menyerang pada hewan yang tidak terawat atau kotor. Pada tubuh hewan parasit ini akan masuk ke dalam lapisan kulit dan membuat semacam terowongan dan berkembang biak. Semua hewan dapat terserang scabiosis (anjing, kucing, kelinci, marmut, kambing, domba dan lain-lain). Penularan pada manusia, perkembangan parasit biasanya tidak sempurna ( tidak terjadi perkembangbiakan) dan kerusakan kulit yang parah. Lesi biasanya berupa ruam-ruam, gatal pada kulit.
Brucellosis. Bruselosis adalah infeksi bakteri yang dapat menyebabkan demam yang berulang dan kronis pada manusia. Infeksi tersebut didapat melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi atau hasil susunya. Penyebab bruselosis adalah Brucella abortus pada sapi, Brucella canis pada anjing, Brucella melitensis dan Brucella ovis pada kambing dan domba, Brucella suis pada babi. Penularan diantara hewan  terjadi akibat perkawinan alami, kontak dengan janin yang terinfeksi dan cairan-cairan kelahiran. Infeksi pada manusia setelah minum susu yang tidak dipasteurisasi atau kontak langsung dengan bahan-bahan yang terinfeksi (darah, urine, cairan kelahiran, selaput fetus, cairan vagina). Pada manusia akan terjadi demam yang berfluktuasi, malaise, lemah, lelah, kaku, berkeringat, sakit kepala, sakit opunggung, sakit persendian, kehilangan berat badan dan gejala sistemik lainnya. Dapat juga terjadi pembesaran limfa, hepar dan limpa, bahakn endokarditis. Gejala lainnya termasuk depresi dapat disalahartikan sebagai neurosis dan dapat bertahan selama beberapa bulan atau tahun dengan sering berulang.
Filariasis. Suatu infeksi cacing gelang melalui nyamuk. Agen penyebab yang bersifat zoonosis adalah Brugei malay dan Dirofilaria immitis. B. malay ditemukan di Malaya dan Filipina. D. immitis ditemukan pada anjing di Amerika Selatan dan Utara, Australia, India, Timur Jauh dan Eropa. Infeksi pada manusia telah dilaporkan dari Amerika Serikat dan sebagian kecil Kanada dan Australia. Reservoar B. malay adalah monyet dan kucing. Pada anjing yang dikenal adalah Dirofilaria immitis atau cacing jantung. Cacing ini dijumpai di bilik kanan dan arteri pulmonal anjing. Infeksi ringan tidak menimbulkan gejala tetapi infeksi yang kronis akan menyebabkan jantung tidak bekerja dengan baik disertai asites dan bendungan pasif. Pada manusia dapat terjadi demam berulang. Limfadenopati, lemfangitis dan abses. Pembesaran yang menyolok dari anggota gerak (elefentiasis) dan jarang terjadi hidrosel yang berkembang setelah bertahun-tahun. Tanpa adanya screening yang baik dan lalu lintas hewan kesayangan (import) yang sangat tinggi bukan tindak mungkin di Indonesia juga ada infeksi D. immitis.

h ttp://triakoso.blog.unair.ac.id/2008/05/26/penyakit-zoonosis-pada-hewan-kesayangan/

Penyakit Hewan Berbahaya


Penyakit Mulut dan Kuku (Food and Mouth Disease)
Etiologi
: Virus
Menyerang
: Ruminansia (sapi, kerbau, babi, kambing dan domba)
Kerugian
: Menurunnya berat badan, turunnya produksi susu
Di Indonesia
: Pada akhir abad 19 di Malang
Ciri-cirin
: Pembentukan lepuh, erosi selaput lendir mulut, kaki
Pencegahan
: Vaksinasi
Masa Inkubas
: 1-14 hari
Penularan
: Kontak langsung dengan hewan, ekresi dan sekresinya

Penyakit Ngorok
Etiologi
: Kuman Pasteurella
Menyerang
: Sapi, kerbau, babi
Kerugian
: Kematian tidak tinggi tetapi penurunan berat badan
Di Indonesia
: Pada tahun 1984 di Tangerang dan meluas kedaerah lain
Ciri-cirin
: gejala ngorok dan bengkakrahang bawah dan leher bagian bawah
Pencegahan
: Vaksinasi
Masa Inkubas
: 1-2 hari
Penularan
: Kontak hewan sehat dengan sakit melalui makanan, minuman dan barang tercecer

Penyakit Anhtrax (Radang Limpa)
Etiologi
: Bacillus Anthraxis
Menyerang
: Ternak/kuda, babi, kambing, domba, manusia rentan terhadap penyakit Anthrax
Mortalitas
: Kematian, kehilangan daging karena hewan harus dimusnahkan
Di Indonesia
: Tahun 1906
Pencegahan
: Pengobatan, apabila mati harus dikuburkan dan dilarang melakukan + Autopsi karena akan menyebarkan penyakit


Masa Inkubas
: 1-3 hari
Sifat Penyakit
: Zoonosis

Penyakit Kluron Menular (Brucellosis)
Etiologi
: Kuman Brucella Abortus
Menyerang
: Sapi, kambing, babi serta manusia
Mortalitas
: Kecil tetapi kerugian anak yang dilahirkan mati dari gangguan alat reproduksi yang

: menyebabkan majir
Di Indonesia
: Tahun 1927 di Denpasar
Pencegahan
: Pengobatan dan Vaksinasi pada sapi dara, sapi bunting dan jantan tidak perlu divaksinasi
Penularan
: Melalui saluran pencernaan, saluran kelamin, selaput lendir, kulit yang luka
Sifat Penyakit
: Zoonosis

Penyakit Rabies
Etiologi
: Virus
Menyerang
: Anjing, kucing, kera, kelelawar, manusia
Kerugian
: Kematian s/d 100%
Di Indonesia
: Beberapa propinsi di pulau Jawa
Pencegahan
: Vaksinasi
Masa Inkubasi
: 4-7 hari
Penularan
: Gigitan hewan yang telah terinfeksi rabies
Sifat penyakit
: Zoonosis

Penyakit Sapi Gila (Mad Cow)
Etiologi
: Prion (Proteinaceuous infectious particles)
Menyerang
: Ruminansia sapi, kerbau, babi, kambing dan domba
Kerugian
: Menurunnya berat badan, turunnya produksi susu
Di Indonesia
: Bebas Th 1980 di Eropa
Ciri-ciri
: Ketakutan, ambruk, kehilangan keseimbangan dan kordinasi, tremor
Pencegahan
: Pengawasan ketat pemasukan daging, bahan makanan dan pakan ternak
Masa Inkubasi
: 2,5 /d 8 Th
Sifat penyakit
: Zoonosis


Unggas
Penyakit Tetelo (Newcastle disease)
Etiologi
: Virus
Menyerang
: Unggas
Mortalitas
: s/d 100%
Di Indonesia
: Pada tahun 1926
Pencegahan
: Vaksinasi
Masa Inkubasi
: 2-15 hari, rata-rata 6 hari
Penularan
: Melalui alat pernafasan, 1-2 hari setelah infeksi/alat-alat kandang, burung/ayam, angin,

makanan, debu kandang

Penyakit Pullorum
Etiologi
: Kuman Salmonella pullarom
Menyerang
: Ayam segala umur
Mortalitas
: Untuk anak ayam umur di bawah 2 minggu = 85%
Di Indonesia
: Tahun 1961
Pencegahan
: Sanitaksi dan tatalaksana kandang dan sekitarnya yang bersih, pengobatan
Penularan
: Melalui alat pernafasan, 1-2 hari setelah infeksi/alat-alat kandang, burung/ayam, angin, makanan, debu kandang



Penyakit Avian Influenza (Ai)
Etiologi
: Virus Type H5N1
Menyerang
: Unggas
Mortalitas
: s/d 100%
Di Indonesia
: Tahun 2002
Pencegahan
: Vaksinasi, Sanitasi dan Tatalaksana kandang dan sekitarnya yang bersih,
Penularan
: Melalui alat pernafasan, 1-2 hari setelah infeksi/alat-alat kandang,burung/ayam, angin,

makanan, debu kandang, makanan dan minuman yang tercemar oleh kuman lewat kotoran
Sifat Penyakit
: Zoonosis

Rinderpest (Sampar Sapi)
Etiologi
: Virus
Menyerang
: Ruminansia dan babi
Mortalitas
: s/d 100%
Di Indonesia
: Pada abad 19 dan dapat diberantas
Cara Penularan
: Kontak langsung sapi/hewan sakit dengan sapi yang lain via sekresa dan ekresa
Masa Inkubasi
: 1-2 hari
Angka Kematian
: 25-90% dimulai dengan diare berat/berdarah
Pencegahan
: Dilarang memasukkan sapi sakit kedaerah yang belum tertular dan stamping out

Tetanus
Etiologi
: Bakteri Clostiridium
Menyerang
: Kuda, babi dan domba, kejadian pada orang kecelakaan dan infeksi karena luka terdapat

diseluruh dunia terutama di negara-negara beriklim tropis
Mortalitas
: s/d 100%
Cara Penularan
: Infeksi pada luka yang tercemar kuman Clostiridium
Masa Inkubasi
: 1 – 3 Minggu
Angka Kematian
: 25-90% dimulai dengan diare berat/berdarah
Pencegahan
: Tetanus antitoksin, luka dibersihkan, dicuci dengan H202 terus diberi antibiotik

Tuberculosis (TBC)
Etiologi
: Bakteri Mycobacterium Tuberkulosis
Menyerang
: Mamalia dan bersifat zoonosis (sapi perah) pada susu
Di Indonesia
: Tidak begitu menonjol dan kerugian pada ternak, kehilangan berat badan dan pengafkiran

bagian-bagian daging yang terserang
Cara Penularan
: Lewat pernafasan dan pencernaan
Pencegahan
: Vaksinasi BCG (Bacillus of Calmette and Guerin)
http://www.bkppontianak.web.id/index.php?option=com_content&view=article&id=81&Itemid=81